Jumat, 07 Desember 2012



THE PURSUIT OF HAPPYNESS
Film yang berjudul  The Pursuit of Happyness ini awalnya kelihatan tidak menarik, Tapi jika kita menonton lebih cermat, lebih mendalami dan meresapi, film dari sebuah kisah nyata ini bercerita tentang keteguhan seorang pria barnama Chris Gardner (Will Smith) dalam menghidupi keluarganya demi mengejar kebahagiaan. Masalah ini terjadi ketika Chris Gardner yang diperankan oleh Will Smith menikah dengan seorang perempuan bernama Linda (Thandie newton), mereka sepakat untuk membeli beberapa alat untuk kedokteran, dan menggantungkan hidupnya dengan menjual kembali alat tersebut ke instansi atau rumah sakit yang membutuhkan. Setelah mempunyai anak laki – laki berusia 4 tahun bernama Christoper (Jaden Smith)  masalah mulai muncul, pajak dan sewa rumah mulai menunggak. Sementara itu dalam sebulan belum 1 alat pun yang berhasil terjual.
Suatu ketika Chris naik taksi dengan Jay Twistle seorang manajer Dean Witter. Chris berusaha menarik perhatian Jay dengan permainan konyolnya tapi jay tidak menghiraukan Chris. Chris pun berhasil menyelesaikan permainan konyol tersebut. Sayangnya meskipun berhasil, Chris tidak memiliki cukup uang untuk membayar taksi. Chris pun melarikan diri dari sopir taksi. Lagi-lagi meskipun berhasil melarikan diri, sebuah alat  miliknya tertinggal di stasiun kereta. Dan alat tersebut diambil oleh gelandangan yang mengira bahwa alat milik Chris adalah time machine ( mesin waktu).
Setelah kejadian tersebut  terjadilah  pertengkaran antara Chris dan istrinya karena istrinya (Thandie Newton) tidak lagi kuat untuk hidup dibawah tekanan masalah ekonomi seperti itu. Dia lantas pindah ke New York dan meninggalkan Chris beserta putra semata wayang mereka, yang masih berusia lima tahun, Christopher (Jaden Smith).
Kini, Chris hidup sebagai orang tua tunggal. Chris tetap berusaha mencari pekerjaan lebih baik dengan bakat yang Chris miliki. Akhirnya Chris mendapatkan sebuah pekerjaan di sebuah firma broker yang bonafit, dimana untuk trainingnya Chris diharuskan mencari pelanggan sebanyak – banyaknya untuk perusahaannya.  sayangnya disana Chris tidak digaji. Tapi, Chris tetap gigih mengerjakan semua pekerjaannya, dengan harapan setelah program yang Chris laksanakan selesai, Chris  akan mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik dan masa depan yang lebih terjamin.
Sebelum cita-citanya tercapai, Chris dan Christopher menghadapi masalah lain dalam hidup mereka. Hal terburuk muncul saat mereka diusir dari apartemen yang selama ini mereka tempati karena tidak bisa membayar uang sewa. Mereka harus berjuang untuk hidup di tempat pengungsian, terminal bis,  atau tempat lainnya yang mereka temui di malam hari, bahkan Chris hingga tidur di dalam toilet stasiun bersama anaknya.
Meski hidup mereka semakin sulit, Chris tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk menjadi ayah yang penyayang untuk anaknya. Berbekal kasih sayang dan rasa percaya dari Christopher, dia merasa lebih kuat dan mampu menghadapi segala rintangan yang ada.
Suatu hari Chris bertemu lagi dengan gelandangan yang mengambil Alat kedokterannya dan Chris mengambil alatnya kembali , saat dijual alat tersebut rusak sehingga Chris harus mengganti beberapa alat agar berfungsi kembali. Terakhir, untuk mengatasi semua itu, Chris memutuskan untuk menjual darahnya agar uangnya dapat dibelikan alat untuk memperbaiki alat kedokterannya tersebut. Disinilah titik terang itu kembali bersinar, ketika alat itu berhasil Chris jual kembali dan Chris akhirnya berhasil diterima sebagai broker saham (stockbroker) di Perusahaan investasi (Dean Witter). Dan inilah awal mula kebahagiaan Chris. Sebuah pencapaian luar biasa atas usaha kerasnya, pilihannya untuk mencari kehidupan yg lebih baik untuk anaknya Christopher. Disitulah turning point seorang Chris Gardner. Kebahagiaan yg terlihat singkat dibandingkan perjuangan dan penderitaan yg dialaminya. Tapi justru disitulah kebahagiaan sejati yang dirasakan bagi orang yg memang berjuang untuk mencapai cita-citanya tanpa ada rasa menyerah.
HIKMAH DARI FILM INI :
·        Sebagai seorang ayah, kita harus bisa menjadi seorang yang bertanggung jawab.
·        kisah Chris mengajarkan kita untuk terus berjuang dan pantang menyerah meskipun banyak sekali musibah dan halangan untuk mengejar sebuah kebahagiaan.
·        Ketegaran dan kerja kerasnya lah yang patut kita contoh agar dapat mencapai semua kebahagiaan kita.
·        Kebahagiaan sejati akan datang bagi orang yang memang berjuang untuk mencapai cita-citanya tanpa ada rasa menyerah.
·        Rajin, tepat waktu, dan tidak malas. Itulah yang dilakukan oleh kris agar bisa bertahan hidup. Dan kita patut untuk mencontohnya.
·        Terlahir dalam keadaan miskin itu bukan kesalahan kita, tapi mati karna kemiskinan itu adalah kesalahan kita sendiri. So, kita harus berusaha untuk memperoleh hidup yg lebih baik.

Semoga arikel  film ini menjadi sesuatu yang dapat menggugah motivasi anda,
 SEMANGATT!!!!  (^_^)


Kamis, 11 Oktober 2012

artikel pengusaha sukses



Arifdiarto Ambar Wirawan alias Kelik, sukses tidak harus menjadi sarjana dahulu.
Kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang sudah menjadi sarjana, bekerja di kantoran dengan setelan jas yang parlente dan mendapat gaji banyak dengan pangkat yang tinggi adalah hal yang menjadi mimpi mereka. Tapi, apakah mimpi itu semanis kenyataan yang ada? Sama sekali tidak. Bagi kalian yang sudah sarjana dan masih menjadi pengangguran, tidak ada salahnya anda menjadi seorang pengusaha. Menjadi pengusaha itu tidak akan menjadi anda hina atau mendadak tidak diakui kesarjanaan anda.
Dan jangan sekalipun meremehkan hal kecil dan jangan sekalipun meremehkan orang yang tidak selevel anda kesarjanaannya. Simak kisah seorang lulusan SMA yang sukses menjadi pengusaha muda yang menggeluti usaha makanan ringan dan jika dibandingkan dengan gaji seorang manajer bank, penghasilan pengusaha muda ini jauh berlipat lebih besar.


Kelik, Lulusan SMA yang Jadi Pengusaha Sukses
Meski hanya lulusan sekolah menengah atas, Arifdiarto Ambar Wirawan (35) atau yang akrab disapa Kelik berhasil menjadi pengusaha sukses. Usaha geplak dan peyek tumpuk yang sudah digelutinya selama 10 tahun ini mampu meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
Dengan margin 30 persen, Kelik bisa menyisakan keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai yang luar biasa bagi pengusaha di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Meski sudah sukses, ia belum merasa puas. Penambahan cabang gerai baru di kota lain menjadi obsesinya ke depan.
Kelik membuka usaha geplak dan peyek tumpuk bersama istrinya, Sri Kasih (32), di Jalan Wahid Hasyim, Bantul. Toko berukuran 5 x 8 meter itu berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya sekaligus lokasi produksi. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.
Dalam sehari, Kelik membutuhkan sekitar 2,5 kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar 50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Untuk membantunya berproduksi, ia mempekerjakan 20 tenaga kerja.
Apa istimewanya geplak buatan Kelik. Menurut dia, ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu laris manis. ”Kalau bentuknya hampir sama produk milik orang lain, tetapi dari segi rasa, konsumen bisa membedakannya,” katanya.
Untuk membuat geplak, ia memakai kelapa, gula, dan aroma sesuai selera. Proses pembuatan geplak diawali dengan pemarutan kelapa lalu santannya ditempatkan di kuali dan dicampur dengan gula kemudian diaduk. Setelah dinaikkan ke tungku sekitar 4 jam, lalu diturunkan dan diberi aroma, olahan itu kemudian dibentuk dan diangin-anginkan selama 10 menit.
Menurut Kelik, produknya yang dinilai istimewa adalah peyek tumpuk. Sesuai dengan namanya, peyek tersebut dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali.
Pertama, penggorengan dimaksudkan untuk membuat susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua, nyala api justru lebih kecil karena tujuannya supaya peyek secara keseluruhan bisa matang. ”Kalau apinya terlalu besar, bisa gosong,” ujar bapak tiga anak ini.
Sebelum masuk ke penggorengan terakhir, peyek terlebih dahulu diangin-anginkan selama semalam. Tujuannya supaya peyek benar-benar renyah dan gurih. Peyek tersebut dijual seharga Rp 32.000 per kilogram. Untuk proses pengapian, ia memanfaatkan tempurung kelapa.
”Untuk membuat peyek dan geplak, dalam sehari saya butuh sekitar 750 butir kelapa. Kalau tempurungnya tidak saya manfaatkan kan sayang. Hitung-hitung, ongkos produksi bisa ditekan, apalagi harga gas dan minyak tanah sudah sangat mahal,” katanya.
Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal dari mertuanya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai menantu, Kelik berhasil meningkatkan usaha mertuanya dengan tetap mempertahankan nama Mbok Tumpuk sebagai identitas produknya.
Menurut Kelik, membuka usaha di bidang makanan awalnya tergolong susah. Karena belum dikenal masyarakat, biasanya penjualan masih minim. Kalau tidak kuat, si pengusaha bisa saja memutuskan untuk berhenti.
”Bagi saya, usaha butuh konsistensi. Meski awalnya tidak laku, saya harus terus berproduksi. Saya tidak boleh menyerah. Konsistensi juga faktor utama untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan,” paparnya.
Selain konsistensi, lanjut Kelik, faktor kejujuran juga memegang peranan penting. Kepada pembeli, ia selalu menginformasikan soal masa kedaluwarsa produknya. Kalau waktunya tinggal sedikit, ia menyarankan pembeli tidak mengambilnya, apalagi jika peyek atau geplak tersebut akan dibawa ke luar kota.
Kelik hanya menjual geplak dan peyeknya di toko sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa terkontrol. ”Bisa saja di toko lain produk kami dijual sangat mahal. Mereka juga bisa saja menjual produk kedaluwarsa. Kalau sudah begitu, citra kami pasti hancur,” katanya.
Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju karena semuanya lebih terkontrol. Sampai sekarang saja, Kelik bersama istri masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu.
”Jangan terlalu percaya dengan karyawan. Semuanya harus kami monitor selama kami masih sanggup,” ujarnya.

artikel pengusaha sukses



Arifdiarto Ambar Wirawan alias Kelik, sukses tidak harus menjadi sarjana dahulu.
Kebanyakan lulusan perguruan tinggi yang sudah menjadi sarjana, bekerja di kantoran dengan setelan jas yang parlente dan mendapat gaji banyak dengan pangkat yang tinggi adalah hal yang menjadi mimpi mereka. Tapi, apakah mimpi itu semanis kenyataan yang ada? Sama sekali tidak. Bagi kalian yang sudah sarjana dan masih menjadi pengangguran, tidak ada salahnya anda menjadi seorang pengusaha. Menjadi pengusaha itu tidak akan menjadi anda hina atau mendadak tidak diakui kesarjanaan anda.
Dan jangan sekalipun meremehkan hal kecil dan jangan sekalipun meremehkan orang yang tidak selevel anda kesarjanaannya. Simak kisah seorang lulusan SMA yang sukses menjadi pengusaha muda yang menggeluti usaha makanan ringan dan jika dibandingkan dengan gaji seorang manajer bank, penghasilan pengusaha muda ini jauh berlipat lebih besar.


Kelik, Lulusan SMA yang Jadi Pengusaha Sukses
Meski hanya lulusan sekolah menengah atas, Arifdiarto Ambar Wirawan (35) atau yang akrab disapa Kelik berhasil menjadi pengusaha sukses. Usaha geplak dan peyek tumpuk yang sudah digelutinya selama 10 tahun ini mampu meraih omzet hingga Rp 60 juta per bulan.
Dengan margin 30 persen, Kelik bisa menyisakan keuntungan sekitar Rp 18 juta per bulan. Nilai yang luar biasa bagi pengusaha di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Meski sudah sukses, ia belum merasa puas. Penambahan cabang gerai baru di kota lain menjadi obsesinya ke depan.
Kelik membuka usaha geplak dan peyek tumpuk bersama istrinya, Sri Kasih (32), di Jalan Wahid Hasyim, Bantul. Toko berukuran 5 x 8 meter itu berdampingan dengan rumah tempat tinggalnya sekaligus lokasi produksi. Dulu, toko itu hanya berupa bangunan bambu, tetapi kini sudah berkembang menjadi bangunan permanen dengan desain lebih menarik.
Dalam sehari, Kelik membutuhkan sekitar 2,5 kuintal gula pasir untuk membuat geplak. Untuk peyek tumpuk, ia butuh sekitar 50 kilogram kacang dan 25 kilogram tepung beras per hari. Untuk membantunya berproduksi, ia mempekerjakan 20 tenaga kerja.
Apa istimewanya geplak buatan Kelik. Menurut dia, ia hanya menggunakan gula asli tanpa pemanis sehingga rasa manisnya lebih mantap. Tak heran jika geplak yang dijual seharga Rp 16.000 per kilogram itu laris manis. ”Kalau bentuknya hampir sama produk milik orang lain, tetapi dari segi rasa, konsumen bisa membedakannya,” katanya.
Untuk membuat geplak, ia memakai kelapa, gula, dan aroma sesuai selera. Proses pembuatan geplak diawali dengan pemarutan kelapa lalu santannya ditempatkan di kuali dan dicampur dengan gula kemudian diaduk. Setelah dinaikkan ke tungku sekitar 4 jam, lalu diturunkan dan diberi aroma, olahan itu kemudian dibentuk dan diangin-anginkan selama 10 menit.
Menurut Kelik, produknya yang dinilai istimewa adalah peyek tumpuk. Sesuai dengan namanya, peyek tersebut dibuat dengan cara menyusun sehingga membentuk rangkaian peyek. Berbeda dengan peyek pipih yang dimasak dengan satu kali penggorengan, peyek tumpuk digoreng selama tiga kali.
Pertama, penggorengan dimaksudkan untuk membuat susunan peyek. Setelah terbentuk susunan, peyek dipindahkan ke penggorengan kedua. Pada penggorengan pertama, nyala api harus kuat agar efek panasnya tinggi. Tujuannya supaya kacangnya bisa lekas matang. Di penggorengan kedua, nyala api justru lebih kecil karena tujuannya supaya peyek secara keseluruhan bisa matang. ”Kalau apinya terlalu besar, bisa gosong,” ujar bapak tiga anak ini.
Sebelum masuk ke penggorengan terakhir, peyek terlebih dahulu diangin-anginkan selama semalam. Tujuannya supaya peyek benar-benar renyah dan gurih. Peyek tersebut dijual seharga Rp 32.000 per kilogram. Untuk proses pengapian, ia memanfaatkan tempurung kelapa.
”Untuk membuat peyek dan geplak, dalam sehari saya butuh sekitar 750 butir kelapa. Kalau tempurungnya tidak saya manfaatkan kan sayang. Hitung-hitung, ongkos produksi bisa ditekan, apalagi harga gas dan minyak tanah sudah sangat mahal,” katanya.
Ide pembuatan peyek tumpuk sebenarnya berasal dari mertuanya yang kebetulan bernama Mbok Tumpuk. Sebagai menantu, Kelik berhasil meningkatkan usaha mertuanya dengan tetap mempertahankan nama Mbok Tumpuk sebagai identitas produknya.
Menurut Kelik, membuka usaha di bidang makanan awalnya tergolong susah. Karena belum dikenal masyarakat, biasanya penjualan masih minim. Kalau tidak kuat, si pengusaha bisa saja memutuskan untuk berhenti.
”Bagi saya, usaha butuh konsistensi. Meski awalnya tidak laku, saya harus terus berproduksi. Saya tidak boleh menyerah. Konsistensi juga faktor utama untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan,” paparnya.
Selain konsistensi, lanjut Kelik, faktor kejujuran juga memegang peranan penting. Kepada pembeli, ia selalu menginformasikan soal masa kedaluwarsa produknya. Kalau waktunya tinggal sedikit, ia menyarankan pembeli tidak mengambilnya, apalagi jika peyek atau geplak tersebut akan dibawa ke luar kota.
Kelik hanya menjual geplak dan peyeknya di toko sendiri. Ia sengaja tidak menitipkannya ke toko-toko lain meski banyak permintaan. Ia khawatir bila dititipkan, harga dan kualitas tidak bisa terkontrol. ”Bisa saja di toko lain produk kami dijual sangat mahal. Mereka juga bisa saja menjual produk kedaluwarsa. Kalau sudah begitu, citra kami pasti hancur,” katanya.
Ia berharap bisa membuka gerai sendiri di kota-kota besar. Dengan pengendalian sendiri, ia yakin usahanya bisa maju karena semuanya lebih terkontrol. Sampai sekarang saja, Kelik bersama istri masih terlibat langsung dalam proses peracikan bumbu.
”Jangan terlalu percaya dengan karyawan. Semuanya harus kami monitor selama kami masih sanggup,” ujarnya.